Pertunjukkan boneka atau puppet theater sudah dikenal sejak zaman dulu hampir di seluruh negara, termasuk Jepang. Di Jepang ada sebuah pertunjukkan boneka kuno bernama Bunraku yang sangat berbeda dengan pertunjukkan boneka di Eropa dan negara-negara lainnya. Boneka (ningyou) pada pertunjukkan bunraku umumnya berukuran hampir setengah orang dewasa. Boneka tersebut tidak digerakkan menggunakan benang, melainkan dimainkan oleh omozukai (dalang), langsung di atas panggung. Dan uniknya lagi, satu tokoh boneka bisa dimainkan oleh 3 orang dalang sekaligus. Dalang pertama biasanya menggerakan kepala dan lengan kanan, sedangkan dalang kedua menggerakkan lengan kiri, dan dalang ketiga menggerakan kaki boneka. Untuk menyamarkan panggung agar tidak terkesan penuh, dalang kedua dan ketiga biasanya mengenakan pakaian serba hitam plus kerudung hitam untuk menutup kepala, meski kadang kerudung tersebut dibuka di pertengahan pertunjukkan bila penonton sudah hanyut dalam cerita. Khusus untuk boneka wanita biasanya tidak ada kaki karena mengenakan kimono panjang. Menjadi omozukai profesional tidaklah mudah, karena diperlukan latihan kurang lebih 10 tahun.



Selain pemain boneka atau dalang, dalam pertunjukkan bunraku juga ada penyanyi dan pemain shamisen (alat musik tradidional Jepang bersenar tiga yang dimainkan dengan cara dipetik) yang duduk berdampingan di sebelah kiri dan kanan panggung. Di sini tugas penyanyi adalah menceritakan seluruh karakter boneka yang muncul dengan membaca narasinya, sedangkan pemain shamisen memainkan musik setiap pergantian adegan. Kombinasi penyanyi dan pemain shamisen ini dikenal dengan istilah joururi, karena itulah bunraku kadang disebut juga dengan istilah ningyou joururi.


Bunraku ditemukan pertama kali ditemukan di Osaka pada tahun 1684, sama tuanya dengan pertunjukkan Kabuki dan Noh. Sama seperti Kabuki, saat itu hanya kalangan aristokrat saja yang boleh mempelajari bunraku. Barulah pada abad ke-17 bunraku mulai dipopulerkan ke kalangan rakyat setelah Chikamatsu Monzaemon (1653-1724) membuat karya Sonezaki Shinju (Love Suicide at Sonezaki) yang ceritanya menyentuh seluruh kalangan karena diambil dari kisah nyata mengenai pasangan kekasih yang bunuh diri, seperti kisah Romeo and Juliet. Karena banyak kasus bunuh diri yang diilhami dari Sonezaki Shinju, karya tersebut sempat dianggap ilegal oleh pemerintah, tapi berkat karya itu Chikamatsu dinobatkan sebagai tokoh bunraku dan Shakespeare dari Jepang. Hingga sekarang tema yang sering diangkat dalam cerita biasanya seputar konflik sosial (girl) dan perasaan manusia (ninjou).



Pada periode Meiji (1868-1912) saat masuknya budaya barat masuk ke Jepang, bunraku mulai mengalami kemunduran. Pada tahun 1966 pemerintah Jepang berusaha melestarikan bunraku dengan membangun teater bunraku modern National Theater di Tokyo dan National Bunraku Theater di Osaka. Dalam setahun biasanya teater yang berkapasitas 750 orang penonton itu menggelar 4 kali pertunjukkan bunraku. Dewasa ini antusias orang Jepang terhadap memang masih besar, tapi yang menjadi masalah adalah pengrajin yang membuat boneka bunraku, apalagi pelatihan menjadi seorang omozukai membutuhkan waktu panjang yang tidak diminati generasi muda sekarang ini.

Comments (0)