Sejak dulu boneka sudah menjadi bagian penting bagi anak perempuan di Jepang. Setiap bayi perempuan yang lahir atau pun berusia setahun, ia akan dihadiahkan boneka oleh orang tua atau kakek-neneknya, bahkan pengantin wanita juga biasanya akan menerima boneka yang seperangkat dengan gaun pengantinnya. Tak heran apabila di Jepang ada sebuah festival boneka khusus untuk anak perempuan, yang dikenal dengan istilah hinamatsuri. Sesuai dengan namanya, festival yang dirayakan setiap tanggal 3 Maret ini berkaitan erat dengan boneka. Pada saat itu hampir di setiap rumah yang anak perempuan memajang rak bertingkat 5 atau 7 yang berisi boneka. Awalnya hinamatsuri tidak dirayakan besar-besaran, tapi sejak boneka hina (hina-nigyou) dijadikan barang dagangan pada periode Meiji (1868-1912), festival ini menjadi terkenal di seluruh daerah Jepang, dan menjadi salah satu festival terbesar di bulan Maret. Selain rak pajangan berisi boneka, hal lain yang sangat terkenal pada festival ini adalah hina-nagashi atau nagashibina.



Nagashibinaberasal dari kata nagasu (mengalir) dan hina (boneka), yang berarti menghanyutkan boneka ke sungai. Berbeda dengan boneka yang dipajang di atas rak, nagashibina merupakan boneka yang terbuat dari kertas origami atau tanah liat yang biasanya dibuat berbentuk sepasang manusia (katashiro), lengkap dengan pakaian kimono. Boneka tersebut diletakkan di sebuah keranjang bundar terbuat dari anyaman jerami, lalu dihanyutkan ke sungai pada acara hina-nagashi matsuri yang diadakan di kuil-kuil Shinto. Nagashibina juga ada yang terbuat dari kertas origami saja, tanpa diletakkan di keranjang jerami. Tujuan dari menghanyutkan nagashibina adalah agar segala hal yang buruk dapat dibuang jauh-jauh. Semakin jauh boneka itu hanyut, maka nasib buruk pun akan semakin menjauhi orang yang menghanyutkan boneka tersebut. Menurut agama Shinto, segala penyakit dan kesialan yang dialami manusia bisa ditransfer ke dalam tubuh boneka. Boneka yang dihanyutkan ke sungai ini dipercaya akan terbawa hingga ke laut menuju pulau dewa. Kepercayaan semacam ini sebenarnya berasal dari Cina, di mana negara tersebut pernah mengadakan ritual memindahkan roh-roh jahat ke dalam tubuh boneka, yang kemudian dihanyutkan ke sungai. Sambil menghanyutkan nagashibina, mereka berdoa meminta keberuntungan, kesehatan, dan kebahagiaan. Selain kepercayaan ini, ada juga legenda dari Jepang yang mengisahkan bahwa dulu di Jepang ada 2 pangeran bernama Izanagi dan Izanami. Suatu hari Izanagi mengunjungi neraka tempat Izanami tinggal setelah ia mati, lalu membawanya kabur dari tempat itu. Sepulangnya dari neraka, Izanagi menghanyutkan boneka untuk mengusir roh jahat dari tempat tersebut. Dari legenda itulah bahwa segala hal yang buruk bisa dibuang dengan cara menghanyutkan boneka ke sungai pada festival hinamatsuri






Beberapa kuil Shinto yang terkenal dengan hina-gashi matsuri antara lain kuil Awashima di Wakayama, kuil Hokyo di Kyoto, prefektur Nagano, dan prefektur Tottori. Menjelang perayaan hinamatsuri, daerah tersebut biasanya menjual boneka hina. Banyak diantara pembeli yang membeli 2 set boneka, di mana yang satu dipajang di rumah, sedangkan yang lainnya dihanyutkan ke sungai. Setelah satu tahun kemudian boneka yang dipajang itu akan dihanyutkan ke sungai pada perayaan yang sama.

Comments (1)

On Kamis, Maret 27, 2008 2:29:00 PM , Anonim mengatakan...

Blog sudah bagus.
Info soal Japanesenya juga sudah oke.
Lengkapi dong dengan esai-esaimua masalah pendidikan, remaja, atau hobi yang terkait dengan kehidupanmu sehari-hari.

Tabik!